Home    Mencari Inspirasi Dari Gaya Arsitektur Era Kolonial

Mencari Inspirasi Dari Gaya Arsitektur Era Kolonial

Indonesia sebelum merdeka, penah dikuasai oleh negara-negara Eropa seperti Portugis, Inggris dan Belanda yang paling lama berkuasa. Sehingga peninggalan bangunan Belanda dengan gaya arsitektur yang khas kolonial masih ada hingga saat ini. Bahkan dilestarikan dengan baik sebagai obyek wisata maupun sebagai peninggalan bersejarah masa lalu bahkan gaya arsitekturnya dilestarikan sebagai konsep di suatu wilayah.

Seperti apakah gaya arsitektur kolonial peninggalan jaman sebelum kemerdekaan?

Our Agents

Membaca Tipologi Arsitektur Kolonial di Indonesia tulisan dari Nadhil Tamimi; dkk serta mengutip buku Handinoto, berjudul Arsitektur dan Kota-Kota di Jawa pada masa Kolonial yang terbitkan tahun 2012, Gaya arsitektur kolonial di Indonesia terbagi menjadi tiga yaitu; Indische Empire (abad 18-19), Arsitektur Transisi (1890-1915), dan arsitektur kolonial modern (1915-1940).

Gaya Arsitektur Indische Empire Style (abad 18-19)

Gaya arsitektur ini diperkenalkan oleh Herman Willen Daendels yang kala itu bertugas sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda (1808- 1811). Indische Empire Style adalah gaya arsitektur yang berkembang pada pertengahan abad ke-18 sampai akhir abad ke-19. Gaya arsitektur ini dimulai pada daerah pinggiran kota Batavia, yang sekarang dikenal sebagai Jakarta. Gaya imperial ini muncul karena campuran kebudayaan Belanda dengan Indonesia serta sedikit kebudayaan China.

Ciri-ciri arsitektur Indische Empire antara lain denah yang berbentuk simetris penuh, serta ditengah terdapat kamar tidur utama dan kamar tidur lainnya. Kamar tidur tersebut berhubungan langsung dengan teras depan dan teras belakang. Teras cenderung sangat luas dan diujungnya terdapat barisan kolom yang bergaya Yunani. Sedangkan dapur, kamar mandi/WC, gudang dan daerah service lainnya merupakan bagian yang terpisah dari bangunan utama dan letaknya di bagian belakang. Terkadang terdapat bangunan paviliun sebagai kamar tidur tamu.

Ciri bangunan di atas dapat dilihat pada kantor Badan Koordinator Wilayah Madiun yang berada di Jalan Pahlawan Kota Madiun.

 

Gaya Arsitektur Transisi (1890-1915)

Dirangkum dari buku Handinoto dan jurnal Nadhil Tamimi dkk, adanya modernisasi pada bidang teknologi mempengaruhi gaya arsitektur pada akhir abad 19 hingga awal abad 20, kurang lebih tahun 1890 hingga 1915. Di satu sisi, terdapat perubahan kebijakan politik pemerintah kolonial yang juga turut mempengaruhi.

Ciri gaya transisi ini antara lain denah masih mengikuti gaya Indische Empire namun menghilangkan kolom gaya Yunani. Gevel-gevel pada arsitektur Belanda yang terletak di tepi sungai muncul kembali, penambahan kesan romantis pada tampak dan membuat menara (tower) pada pintu masuk utama, seperti yang terdapat pada banyak gereja Calvinist di Belanda. Pada bentuk atap berkonsep atap pelana dan perisai dengan penutup genting masih banyak dipakai dan memakai konstruksi tambahan sebagai ventilasi pada atap (dormer).

Ciri bangunan gaya arsitektur transisi ini dapat kita temukan pada pada Gedung Lawang Sewu yang berada di kota Semarang.


Recently Listed Properties

Gaya Arsitektur Kolonial Modern (1915- 1940)

Gaya arsitektur ini menurut Handinoto adalah sebuah protes yang dilontarkan oleh arsitek Belanda setelah tahun 1900 atas gaya Empire Style.

Ciri dari arsitektur modern antara lain memiliki denah lebih bervariasi, sesuai kreatifitas dalam arsitektur modern. Bentuk simetri banyak dihindari, pemakaian teras keliling bangunan sudah tidak dipakai lagi, sebagai gantinya sering dipakai elemen penahan sinar. Fasade lebih mencerminkan Form Follow Function atau Clean Design. Atap pelana masih mendominasi dengan bahan penutup genting atau sirap. Bangunan menggunakan konstruksi beton.

Salah satu contoh bangunan dengan gaya ini dapat dilihat pada bangunan rumah tinggal yang terletak di Jalan Dr Wahidin No. 38 Semarang. Bangunan ini didirikan pada tahun 1938 oleh arsitek Liem Bwan Tjie.

 

Mau bangun rumah gaya kolonial? Semoga tulisan di atas dapat menginspirasi kita semua.

Referensi :

  1. Handinoto. 1993. Arsitek G.C. Citroen dan Perkembangan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya (1915-1940). Jurnal Dimensi T eknik Arsitektur Vol. 19. Surabaya: Universitas Kristen Petra press.
  2. Handinoto. 2008. Daendels dan Perkembangan Arsitektur di Hindia Belanda Abad 19. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur 36 (1). Surabaya: Universitas Kristen Petra press.
  3. Handinoto. 2012. Arsitektur dan Kota-Kota di Jawa pada masa Kolonial. Yogyajakta: Graha Ilmu.
  4. Nadhil Tamimi, dkk. 2020. Tipologi Arsitektur Kolonial di Indonesia. Jurnal Arsitektur, Bangunan, & Lingkungan Vol.10. Vitruvian

Article

 

Temukan Hot Buyers Anda bersama kami di : >>https://t.co/UzgoSitdSx?amp=1<<

Ikuti perkembangan terbaru Info Terupdate seputar Properti hanya di reginarealty.co.id

Klik di sini

32641Like

Related Articles