Home    Kata Wamen PKP, Backlog Tembus 15 Juta – Apa Akibat FOMO Kripto?

Kata Wamen PKP, Backlog Tembus 15 Juta – Apa Akibat FOMO Kripto?

Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, mengungkapkan bahwa angka backlog perumahan di Indonesia mengalami kenaikan signifikan pada tahun 2025. 

Berdasarkan data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah backlog kini mencapai 15 juta unit rumah. Angka ini mencerminkan jumlah keluarga baru yang hingga saat ini belum memiliki hunian sendiri.

Menurut Fahri, backlog baru yang secara resmi diumumkan oleh BPS kepada pihaknya, meskipun belum disampaikan ke publik, bukan lagi 9,9 juta atau 12 juta. Jumlah backlog yang baru adalah sekitar 15 juta.

Hal itu ia sampaikan dalam acara Halal Bihalal yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) di Jakarta pada Senin, 21 April 2025.

Fahri menjelaskan bahwa angka tersebut merupakan hasil akumulasi dari antrean keluarga-keluarga yang menantikan kepemilikan rumah pertama. Selain itu, backlog terkait kebutuhan renovasi rumah juga tergolong tinggi. Berdasarkan data BPS, jumlah rumah yang membutuhkan perbaikan tercatat mencapai sekitar 26 juta unit.

Berbanding Lurus Dengan Pertumbuhan Penduduk

Lebih lanjut, Fahri menyampaikan bahwa meningkatnya angka backlog ini berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk dan jumlah keluarga baru di Indonesia. Pada awal tahun 2025, jumlah penduduk Indonesia tercatat sekitar 290 juta jiwa. Sementara itu, jumlah keluarga baru mengalami peningkatan menjadi 93,1 juta.

Menurut hasil survei terbaru BPS, rata-rata jumlah anggota dalam satu keluarga juga mengalami penurunan. Jika sebelumnya satu keluarga terdiri dari lima orang, termasuk pasangan suami istri dan anak-anak, kini angka tersebut turun menjadi 3,1 orang per keluarga pada 2025. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata keluarga di Indonesia kini hanya memiliki satu anak.

Menurut Fahri, banyak anak muda yang sudah berada pada usia menikah, tetapi ketika menikah mereka belum mampu memiliki rumah. Inilah yang menyebabkan backlog terus meningkat.

Ia menilai bahwa data dari BPS tersebut menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan antara suplai perumahan dengan pertumbuhan jumlah keluarga di Indonesia.

Jumlah keluarga terus bertambah setiap tahun, tetapi jumlah rumah tidak mengalami pertumbuhan yang sepadan. Oleh karena itu, sudah saatnya masyarakat melihat sektor perumahan sebagai pasar yang progresif dan penuh potensi, pungkas Fahri.

Recently Listed Properties

Tantangan Perumahan 2025: Harga Tinggi, Stok Terbatas, dan Beban Finansial

Menurut laporan Ipsos Housing Monitor 2025, tantangan utama sektor perumahan adalah melonjaknya harga properti. Sebanyak 49% responden menyebut harga rumah yang tinggi sebagai penghalang utama memiliki hunian, baik di kota besar maupun kawasan pinggiran.

Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran turut memicu kenaikan harga, terutama bagi generasi muda dan kelompok menengah ke bawah. Banyak yang beralih menyewa, namun 43% mengeluhkan biaya sewa yang juga memberatkan keuangan.

Tingginya suku bunga (29%) dan pajak serta biaya tambahan (28%) ikut membuat kredit rumah makin tak terjangkau. Sementara itu, mahalnya bahan bangunan dan upah tenaga kerja menjadi penyebab naiknya harga rumah baru, menurut 27% responden.

Dari sisi pasokan, 18% menilai rumah subsidi masih kurang, dan 16% menyebut stok rumah siap huni sangat terbatas. Masalah lain termasuk kualitas rumah yang buruk (15%), kepadatan penduduk (10%), pembatasan pembangunan (9%), dan persepsi bahwa menyewa lebih menguntungkan (7%).

Laporan ini menunjukkan perlunya solusi menyeluruh agar sektor perumahan menjadi lebih inklusif dan terjangkau.

Akibat FOMO Kripto?

Menurut Regina Realty, fenomena backlog perumahan yang terus meningkat tak bisa dilepaskan dari perubahan perilaku keuangan generasi muda. Salah satu penyebab yang jarang dibicarakan adalah efek FOMO terhadap aset-aset spekulatif seperti kripto, saham, atau instrumen investasi tinggi risiko lainnya. FOMO sendiri adalah “Fear of Missing Out”, yang berarti ketakutan akan tertinggal atau melewatkan sesuatu yang dianggap penting atau menguntungkan

Banyak yang awalnya berniat membeli rumah, justru menunda karena tergiur potensi imbal hasil cepat dari aset digital. Harapannya, nilai investasi akan meningkat signifikan dan bisa digunakan membeli properti di kemudian hari. 

Sebenarnya ini tidak salah, namun sayangnya, ekspektasi ini tak selalu sejalan dengan kenyataan. Sementara harga properti terus naik, pasar kripto atau saham bersifat fluktuatif.

Akibatnya, permintaan riil terhadap rumah tertekan, sedangkan suplai tidak bisa menunggu. Dalam jangka panjang, pola ini berkontribusi terhadap makin lebarnya kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan rumah—alias backlog.

Our Agents

Temukan Hot Buyers Anda bersama kami di : >>https://t.co/UzgoSitdSx?amp=1<<

Sumber: INews.id, GoodStats.id dan sumber lainnya.

 

42985Like