ICW Kritik Tunjangan Rumah DPR, Hamburkan Uang Negara hingga 1,74 Triliun
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti kebijakan pemberian tunjangan rumah bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk satu periode masa jabatan. Besaran tunjangan yang mencapai Rp 1,74 triliun itu dinilai sebagai bentuk pemborosan anggaran negara.
Dikutip dari Tempo.co, Egi Primayogha selaku Kepala Divisi Advokasi ICW, menerangkan bahwa DPR wajib memberikan alasan yang lebih masuk akal dan transparan terkait kebijakan tersebut. Ia mempertanyakan apakah kebijakan pemberian tunjangan sebesar Rp 50 juta untuk setiap anggota DPR per bulan selama lima tahun sudah sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku.
Jika dihitung, 580 anggota DPR dikalikan Rp 50 juta per bulan selama 60 bulan menghasilkan total pengeluaran negara sebesar Rp 1,74 triliun. Ini jelas merupakan bentuk pemborosan anggaran publik, ungkap Egi.
Egi menilai, kebijakan dengan nilai yang sangat besar tersebut tidak mencerminkan keputusan yang patut maupun adil. Terutama apabila dibandingkan dengan kondisi masyarakat yang sedang menghadapi tekanan ekonomi, seperti kenaikan pajak serta berbagai kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Egi menduga bahwa tunjangan perumahan ini hanya menjadi instrumen untuk menutup biaya politik, baik guna menebus biaya pemilu maupun menjaga jaringan patronase di kalangan politisi DPR.
ICW juga menekankan pentingnya transparansi dari pihak DPR. Egi menegaskan bahwa masyarakat berhak mengetahui besaran anggaran yang diterima anggota dewan selama menjabat, termasuk anggaran reses dan dana kunjungan ke daerah pemilihan. Perlu adanya kejelasan apakah anggaran-anggaran tersebut mengalami kenaikan dari periode sebelumnya.
Recently Listed Properties
Adapun anggota DPR periode 2024–2029 memang tidak lagi memperoleh fasilitas rumah dinas di Kompleks Kalibata, Jakarta Selatan, seperti yang berlaku sebelumnya. Sebagai gantinya, para anggota DPR ini menerima tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta per bulan. Kebijakan ini secara signifikan meningkatkan pendapatan bersih para legislator Senayan.
Salah satu anggota DPR, Tubagus Hasanuddin, bahkan menyebutkan bahwa dengan adanya tunjangan rumah, gaji bersih yang diterima anggota DPR dapat mencapai Rp 100 juta per bulan, atau setara dengan Rp 3 juta per hari.
Menanggapi hal tersebut, Indra Iskandar selaku Sekretaris Jenderal DPR menyatakan bahwa besaran tunjangan perumahan ditentukan melalui pembahasan bersama Kementerian Keuangan. Menurutnya, nilai Rp 50 juta per bulan ditetapkan berdasarkan kajian dengan salah satu tolak ukur yaitu tunjangan perumahan bagi anggota DPRD DKI Jakarta.
Tunjangan perumahan tersebut, lanjut Indra, bersifat lump sum. Artinya, para legislator tidak diwajibkan memberikan laporan pertanggungjawaban secara rinci mengenai penggunaan dana tunjangan tersebut.
Dengan adanya kebijakan ini, perdebatan publik pun semakin menguat. Di satu sisi, DPR berargumen bahwa tunjangan tersebut merupakan bentuk kompensasi yang wajar.
Namun, ICW menganggap langkah ini tidak selaras dengan kondisi keuangan negara maupun beban ekonomi rakyat, sehingga rawan memperlebar kesenjangan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif.
Our Agents
Temukan Hot Buyers Anda bersama kami di : >>https://t.co/UzgoSitdSx?amp=1<<
Sumber: Tempo.co
44815Like