Home    Hari Tunarungu Dunia

Hari Tunarungu Dunia

 

 

Edukasi kesehatan merupakan hak bagi seluruh manusia. Termasuk bagi penyandang tunarungu. Penyandang tunarungu memang menghadapi kesulitan dalam memperoleh informasi karena terbentur ketidakmampuan mereka untuk mendengar dan menyampaikan keluhan yang mereka rasakan.

Menurut Shanti Farida Rachmi, Ketua Kegiatan Pengmas Program Terapeutik bagi Masyarakat Tunarungu, sampai saat ini data secara rinci dari riset kesehatan dasar (riskesdas) terkait penyakit yang dapat menjangkit masyarakat tunarungu belum ada. Data yang disajikan oleh riskesdas hanyalah data secara umum yang mungkin saja penyandang tunarungu masuk di dalamnya.

 

Terutama pada dua dari empat penyakit yang berbahaya di Indonesia, diabetes mellitus dan hipertensi. Shanti khawatir banyak masyarakat tunarungu belum banyak yang mendapatkan bekal pengetahuan tentang penyakit tersebut.

 

“Jadi yang sebelumnya kami kaji, sebelum melaksanakan kegiatan ini, untuk kesehatan terutama mental health, bagi masyarakat tunarungu, beberapa sudah disoroti, namun untuk hal-hal bersifat fisiologis, itu sangat jarang sekali,” ungkap Shanti saat ditemui pada kegiatan Seminar dan Sosialisasi Video Edukasi Hipertensi dan Diabetes Mellitus.

 

Shanti menambahkan, sebagian besar dari penyandang tunarungu masih menyimpan ketidakpahaman terkait penyebab hipertensi. Sebagai contoh, menurut Shanti, banyak dari mereka paham akan pentingnya olahraga. Menurut Shanti, pemahaman penyandang tunarungu tentang olahraga hanya sekedar pada suatu kegiatan yang baik untuknya. Tapi mungkin mereka belum memahami olahraga bagaimana yang baik untuk mencegah atau penderita hipertensi dan diabetes.

 

Untuk menarik minat dari masyarakat tunarungu, kegiatan ini menyajikan dua video edukasi terkait pengenalan dan pencegahan penyakit hipertensi dan diabetes kepada para peserta yang hampir seluruhnya adalah masyarakat penyandang tunarungu. “Jadi video edukasi ini kami bekerjasama dengan Pusbisindo, Pusat Bahasa Isyarat Indonesia, untuk membuat sebuah video yang memang, kita upayakan lebih banyak ke reka adegan,” ujar Shanti.

 

“Sehingga mereka (penyandang tunarungu) lebih memahami apa saja yang seharusnya dilakukan untuk mencegah diabetes dan hipertensi. Pemeran dalam video ini tentu saja juga penyandang tunarungu dan dipandu dari Pusbisindo sebagai naratornya,” sambungnya.

 

Sebelumnya, Shanti dan timnya dari Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia hanya terfokus pada penanganan penyakit kronik pada dewasa yang tidak memilki kebutuhan khusus. Sehingga ini merupakan kegiatan pendobrak yang akan dikerjasamakan dengan antar-departemen di Fakultas Ilmu Keperawatan.

Rencananya, video edukasi ini akan dilakukan penyempurnaan dengan melakukan evaluasi yang masukannya akan diberikan oleh penyandang sendiri. Jika dirasa sudah cukup baik, Shanti berencana untuk menyebarluaskan video ini dan menambah konten kesehatan lain yang lebih variatif.

 

Para penyandang tuna rungu harus bekerja dua kali lipat untuk berkomunikasi daripada orang normal. Pertama harus berpikir apa yang akan disampaikan, kedua karena keterbatasan cara berkomunikasi mereka akan kembali berpikir cara menyampaikan tujuannya. Karena itu dia meminta agar masyarakat jangan meminta mereka untuk berpikir, berbicara dan bertingkah laku layaknya orang normal.

 

Karena itu besar harapan dan perhatian dari pemerintah untuk lebih serius memperlakukan penyandang disabilitas tuna rungu agar jangan sampai semakin terasing. Karena lingkungan sekitar belum bisa menerima penyandang disabilitas seperti mereka dengan sepenuh hati, contoh saat ini banyak tayangan di televisi yang jarang sekali menggunakan tambahan bahasa isyarat.

7489Like

Related Articles