Upaya yang dilakukan Bank Indonesia (BI) guna mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen resiko ialah penghapusan ketentuan pencairan properti inden.
Selain itu, BI juga melonggarkan aturan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit dan pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100 persen untuk semua jenis properti, baik rumah tapak, rumah susun, serta ruko atau rukan, bagi bank yang memenuhi kriteria rasio kredit bermasalah atau NPL/NPF tertentu.
saya jual rumah kontrakan yang sudah lama kosong di Ragunan, saya minta tolong ke bu Desy untuk mengurusnya. Kurang lebih dua bulan kemudian saya dikabari kalau ada yang minat beli dengan harga tinggi, padahal saya waktu itu jual dengan harga dibawah pasaran.
Jujur saya kecewa dengan agen sebelumnya karena beberapa kali saat ada calon pembeli mau lihat rumah saya, malah sering telat datang, akhirnya batal beli. Setelah bertemu Bu Karmel, jadwal bertemu dengan pembeli lebih mudah diatur dan akhirnya rumah saya bisa terjual.
Malem2 aku lagi browsing apartment, trs ada iklannya bu Aan. Langsung aku hubungin padahal ud malem gitu, tapi tetep direspon dengan baik dan cepat. Sampe akhirnya aku jadi sewa apartmen itu, bu Aan juga bantu ngurusin dr awal sampe beres.
“[Pelonggaran LTV/FTV] berlaku efektif 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Desember 2021,” ungkap Perry Warjiyo selaku Gubernur Bank Indonesia melalui konferensi pers virtual, Kamis (18/2/2021). (Dikutip dari Kompas.com)
Perry menerangkan, Bank dengan rasio NPL tidak lebih dari 5 persen akan menerapkan aturan rasio LTV/FTV paling tinggi 100 persen sedangkan bank dengan rasio melebihi 5 persen paling tinggi 90-95 persen dengan pengecualian untuk rumah susun di bawah tipe 21 dan pembelian rumah pertama.
“[Bank dengan NPL/NPF] di bawah 5 persen, ketentuan LTV/FTV 100 persen berlaku. Untuk bank yang NPL diatas 5 persen, tetap dilonggarkan, tapi pelonggarannya tidak sampai 100 persen,” terangnya. (Dikutip dari Kompas.com)
Kita mencatat ada beberapa kebijakan pemerintah yang sudah ditetapkan pada tahun 2020-2021 untuk mendorong sektor ekonomi.
Pertama, suku bunga rendah per 2020 lalu. Bahkan bulan Februari 2021 ini, suku bunga acuan BI turun lagi 25 BPS. Dengan demikian, diharapkan suku bunga KPR menjadi rendah sehingga angsuran KPR menjadi lebih murah.
saya jual rumah kontrakan yang sudah lama kosong di Ragunan, saya minta tolong ke bu Desy untuk mengurusnya. Kurang lebih dua bulan kemudian saya dikabari kalau ada yang minat beli dengan harga tinggi, padahal saya waktu itu jual dengan harga dibawah pasaran.
Jujur saya kecewa dengan agen sebelumnya karena beberapa kali saat ada calon pembeli mau lihat rumah saya, malah sering telat datang, akhirnya batal beli. Setelah bertemu Bu Karmel, jadwal bertemu dengan pembeli lebih mudah diatur dan akhirnya rumah saya bisa terjual.
Malem2 aku lagi browsing apartment, trs ada iklannya bu Aan. Langsung aku hubungin padahal ud malem gitu, tapi tetep direspon dengan baik dan cepat. Sampe akhirnya aku jadi sewa apartmen itu, bu Aan juga bantu ngurusin dr awal sampe beres.
Kedua, harga rumah subsidi tidak naik. Kebijakan ini diambil oleh Kementerian PUPR untuk membuat masyarakat lebih mudah memiliki rumah karena harganya tidak berubah.
Ketiga, kebijakan LTV 100% alias kita bisa membeli rumah dengan DP Nol Rupiah.
Namun di satu sisi, strategi DP 0 Rupiah ini sebenarnya bukan barang baru bagi para pengembang properti. Strategi menjual properti dengan tanpa DP ini bak strategi pamungkas untuk mendorong penjualan.
Apakah strategi dari BI ini akan berhasil meningkatkan penjualan properti? Kita semua berharap demikian.